Nggak kerasa udah
setahun ini nggak ketak-ketik keyboard buat ngisi blog. Kemarin ini baru
ngobrol sama salah satu teman tentang blog, lantas kepikiran blog ini yang udah
lama nggak diurus bahkan nggak ditengok. Setelah obrolan itu rasanya pengen
nulis lagi. Ya, nulis. Nggak tau juga si sebenernya mau nulis apa, yang jelas
pengen nulis lagi aja.
Dan kebetulannya
kemarin ini baru selesai baca novel Hujan karya Tere Liye. Tahu Tere Liye kan? Pasti
tahu dong, masa nggak tahu. Tere Liye ini adalah penulis novel yang cukup terkenal
di kalangan pecinta novel dan telah melahirkan banyak novel yang laris manis di
pasaran dan menjadi best seller.
Bahkan ada yang telah diangkat ke layar lebar seperti Hafalan Shalat Delisa dan
Bidadari-bidadari Surga. Baru-baru ini dikabarkan pula akan ada 3 novel lain
karya Tere Liye yang akan difilmkan yaitu, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci
Angin, Ayahku (bukan) Pembohong, dan Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Namun
menurutku film yang diadaptasi dari novel tidak lebih baik dari novel itu
sendiri. Saat kamu membaca sebuah novel, imajinasimu melayang bebas melukiskan
apa yang diceritakan penulis dalam karyanya itu, tetapi saat kamu melihat cerita
itu diangkat ke layar lebar mungkin banyak dari imajinasi yang kamu bangun jauh
berbeda dengan apa yang digambarkan dalam film. Setelah itu kamu akan merasa
kecewa dan berkata, “Arhh! Kok filmnya gini??”. Namun sudahlah, bukan itu yang
akan kutulis di sini.