I am just ordinary girl who is learning to write on blog.. Thank's for your visit :)
Senin, 15 Februari 2016

Hujan


Nggak kerasa udah setahun ini nggak ketak-ketik keyboard buat ngisi blog. Kemarin ini baru ngobrol sama salah satu teman tentang blog, lantas kepikiran blog ini yang udah lama nggak diurus bahkan nggak ditengok. Setelah obrolan itu rasanya pengen nulis lagi. Ya, nulis. Nggak tau juga si sebenernya mau nulis apa, yang jelas pengen nulis lagi aja.
Dan kebetulannya kemarin ini baru selesai baca novel Hujan karya Tere Liye. Tahu Tere Liye kan? Pasti tahu dong, masa nggak tahu. Tere Liye ini adalah penulis novel yang cukup terkenal di kalangan pecinta novel dan telah melahirkan banyak novel yang laris manis di pasaran dan menjadi best seller. Bahkan ada yang telah diangkat ke layar lebar seperti Hafalan Shalat Delisa dan Bidadari-bidadari Surga. Baru-baru ini dikabarkan pula akan ada 3 novel lain karya Tere Liye yang akan difilmkan yaitu, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Ayahku (bukan) Pembohong, dan Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Namun menurutku film yang diadaptasi dari novel tidak lebih baik dari novel itu sendiri. Saat kamu membaca sebuah novel, imajinasimu melayang bebas melukiskan apa yang diceritakan penulis dalam karyanya itu, tetapi saat kamu melihat cerita itu diangkat ke layar lebar mungkin banyak dari imajinasi yang kamu bangun jauh berbeda dengan apa yang digambarkan dalam film. Setelah itu kamu akan merasa kecewa dan berkata, “Arhh! Kok filmnya gini??”. Namun sudahlah, bukan itu yang akan kutulis di sini.
 
Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk era-erat semua hal menyakitkan yang mereka alami.


Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Baransiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan”



Hujan merupakan novel kesekian Tere Liye yang resmi dicetak awal Januari tahun ini. Walau terhitung baru 2 bulan ini novel tersebut beredar, tapi peminatnya sudah banyak. Bahkan novel Hujan ini telah masuk cetakan ketiga (dari novel yang kubaca, entah sekarang).
Novel tersebut menggambarkan perkembangan teknologi muktahir yang berkembang di muka bumi di samping kisah cinta yang disajikan. Tokoh utama dalam novel ini adalah Lail. Lail selalu suka hujan. Semua kejadian penting dalam hidupnya terjadi saat hujan. Kejadian membahagiakan, menyedihkan, bahkan menyakitkan terjadi saat hujan turun.
Lail merupakan gadis yang pada usia 13 tahun harus melihat kehancuran dunia di mana salah satu gunung api purba meletus dan menghancurkan sebagian besar kehidupan bumi. Dia kehilangan kedua orang tuanya karena kejadian itu. Ia bahkan melihat sendiri bagaimana sang ibu terjun bebas ke dalam lorong tangga darurat kereta api bawah tanah yang runtuh karena gempa susulan. Dia hampir ikut terjun jatuh ketika hendak menolong sang ibu, beruntung seorang anak laki-laki menarik tas punggungnya tepat saat pegangan kedua tangannya terlepas. Di sanalah awal cerita hidupnya dimulai, saat dia ditolong anak laki-laki berusia 15 tahun yang tanpa ia ketahui akan menjadi sosok yang sangat penting dalam hidupnya. Anak laki-laki itu bernama Esok.
Lail dan Esok tinggal dalam pengungsian yang sama, dengan ibu Esok yang berhasil selamat walau harus kehilangan kedua kakinya. Namun mereka harus terpisah saat Esok diangkat oleh keluarga kaya yang juga bersedia mengurus sang ibu. Mereka bahkan harus terpisah lebih jauh lagi saat Esok diterima untuk bersekolah di Universitas terbaik di Ibu Kota.
Esok menjelma menjadi ilmuwan muda hebat yang menciptakan teknologi mesin termutakhir saat itu, sedangkan Lail menjadi relawan yang bahkan telah menunjukan dedikasi yang luar biasa saat usianya masih 15 tahun. Mereka tetap masih berhubungan meski hanya memiliki jadwal bertemu satu kali dalam setahun.
Walau sebagian wilayah telah bangkit dari bencana letusan gunung api, ternyata masalah akibat letusan gunung api itu belum seutuhnya terselesaikan bahkan bertahun-tahun setelahnya. Masalah-masalah lain yang lebih serius bahkan muncul di tengah perkembangan terkonogi. Umat manusia saat itu mulai merusak diri mereka sendiri tanpa disadari. Secara rahasia ada sebuah proyek rahasia untuk menyelamatkan umat manusia agar tetap bertahan dan tidak punah akibat sesuatu yang mereka perbuat sendiri. Dalam misi itu Esok ikut serta dan tak ada orang yang tahu. Lail baru tahu pada detik-detik terakhir.
Selain sosok Lail dan Esok, adapula Maryam dan Caludia. Maryam, gadis berambut kribo yang menjadi teman terbaik Lail, sedangkan Claudia merupakan adik angkat Esok yang berhasil memancing kecemburuan Lail. Dalam novel ini digambarkan Lail yang terus menunggu ketidakpastian. Bahkan ia masih harus menunggu hingga detik terakhir yang paling menyakitkan saat dia memutuskan untuk memodifikasi ingatannya tentang Esok. Bagaimana kisah mereka sebenarnya? Lebih baik kalian baca sendiri, karena aku takut aku tidak bisa menuliskannya secara detail.
Novel ini seperti karya Tere Liye lainnya, disuguhkan dalam bahasa yang indah. Walau pada bagian awal disuguhkan cerita yang berbau ilmiah dan membuat bosan (Ya, aku memang tidak tertalu suka novel yang berbau ilmiah dan serius), tetapi semakin dibaca ke belakang semakin menyenangkan dan membuat penasaran. Nah buat kamu-kamu yang suka baca novel, novel ini cukup baik untuk direkomendasikan. Selamat membaca! J

0 komentar:

Posting Komentar

 
;